Berpuasa, Penyandang Diabetes Wajib Waspadai Risikonya

0 Shares
0
0
0

 

Mas Osi, penyandang diabetes yang sangat inspiratif

Yeay! Bulan Ramadan sebentar lagi datang. Udah nyiapin apa aja nih, gaes? 

Selain persiapan mental dan spiritual, tentu kita membutuhkan persiapan fisik yang prima. Maklum, ibadah yang satu ini cukup istimewa. Istimewa karena datangnya cuma setahun sekali, dan istimewa karena fisik kita, harus siap melakukan beragam kegiatan, tetapi asupan yang masuk ke dalam tubuh justru berkurang. 

Biasanya, selama bulan Ramadan itu kegiatan fisik justru meningkat. Meskipun jam kerja kantoran umumnya berkurang, tapi kan, badai bukber dan kegiatan Ramadan di mana-mana. Ajang reunian beragam angkatan sekolah, instansi, dan komunitas rasanya nggak pernah habis. Betul nggak? 

Sehabis bukber, ibadah salat tarawih juga menjadi prioritas utama. Belum lagi tambahan ibadah-ibadah sunah lainnya, seperti tadarus Alquran dan salat malam. Yakan, mumpung bulan ‘panen pahala’. 

Istirahat justru semakin berkurang, karena selama Ramadan, kita harus bangun jauh lebih awal untuk makan sahur. Sementara, pada siang hari, tubuh benar-benar tidak boleh mengonsumsi makanan. 

So, gimana fisik nggak harus prima kalau gitu? 


Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD.

Beberapa waktu lalu, saya sempat mengikuti bincang-bincang dengan dokter Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD terkait persiapan kesehatan bagi penyandang diabetes. Tau kan ya, penderita diabetes di Indonesia cukup banyak. Menurut data statistik, hampir 30 juta penduduk Indonesia menyandang diabetes. Baik tipe 1 maupun tipe 2.

Jika mengacu pedoman agama dan organisasai medis, mayoritas penyandang diabetes ini dibebaskan kok, untuk tidak menjalankan ibadah puasa. Alternatifnya, penyandang diabetes ini bisa menggantinya dengan membayar fidiah/denda, dengan menyalurkan bahan makanan pokok seperti beras kepada fakir miskin.

Bukan tanpa alasan bagi penyandang diabetes dibolehkan untuk tidak berpuasa. Meningkatnya risiko kesehatan seperti hipoglikemia, hiperglikemia, dehidrasi, dan thrombosis, patut menjadi pertimbangan tersendiri.

Lha, terus gimana donk kalau tetap pengin berpuasa?

Bagi penyandang diabetes, terutama tipe 2, jika memilih untuk tetap berpuasa ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Paling tidak memahami beberapa risiko kesehatan yang bisa meningkat berikut ini:

Hipoglikemia

Ini adalah risiko atau kondisi kadar gula darah terlalu rendah, berada di bawah 70 mg/dL. Umumnya, penyandang diabetes menggunakan insulin buatan atau obat-obatan tertentu untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Gejala yang sering terjadi adalah keringat dingin, pusing, gemetar, jantung berdebar, kurang fokus, mudah ngantuk dan gampang marah.

Gangguan ini jika tidak segera ditangani, bisa membuat kondisi kesehatannya memburuk. Atau mungkin bisa menimbulkan masalah serius. Sebaliknya, jika cepat-cepat diobati, bisa mengembalikan kadar gula darah rendah ke kisaran normal. So, beware ya!

Hiperglikemia

Kondisi sebaliknya dari Hipoglikemia, risiko Hiperglikemia adalah kondisi di mana kadar gula darah meningkat drastis. Faktornya banyak, apalagi penyandang diabetes tipe 2 yang tetap menjalankan ibadah puasa. Setelah seharian asupan makanan berkurang, saat berbuka puasa, umumnya ingin mengonsumsi yang manis-manis.

Selain makanan, kondisi ini juga bisa disebabkan oleh pengurangan dosis yang berlebihan obat diabetes. Gejalanya bisa ditandai dengan munculnya sering haus, ingin buang air kecil, kelelahan, penglihatan kabur dan penurunan berat badan yang drastis.

Thrombosis

Risiko pembekuan darah dalam pembuluh darah vena ini harus diwaspadai. Risiko ini bisa terjadi dengan dehidrasi. Gejalanya beragam, mulai dari nyeri, bengkak, dan kemerahan di sekitar lokasi pembekuan darah, kulit terasa hangat di bagian tubuh yang terkena, seperti tubuh bagian bawah.

Dehidrasi

Sekitar 60 persen tubuh kita terdiri dari cairan. Kandungan air yang ideal membantu kerja sistem pencernaan. Kurang minum selama bulan Ramadan, bisa membuat kita dehidrasi. Gejalanya seperti mulut dan kulit kering, haus, jarang buang air kecil, urine berwarna pekat dan berbau, kelelahan. Kondisi ini disebabkan minimnya asupan cairan yang masuk ke dalam tubuh.

Salah satu kondisi risiko di atas, wajib banget diwaspadai bagi penyandang diabetes yang tetap ingin berpuasa. Usahakan untuk menghindari faktor penyebabnya.

Apa solusinya?

Nah, bagi penyandang diabetes yang masih tetap ingin berpuasa, wajib hukumnya untuk melakukan diet sederhana selama bulan Ramadan. Tips dari MSD alias Merck Sharp & Dohme ini bisa kok, jadi panduan. Btw, pada tau kan ya, MSD adalah perusahaan biofarmasi  global terkemuka di bidang obat-obatan dan vaksin. Perusahaan ini sudah beroperasi di lebih dari 140 negara. So, simak tipsnya berikut ini!

Saat sahur, upayakan untuk selalu mengonsumsi makanan yang melepaskan energinya secara lambat seperti kacang-kacangan, semolina, roti coklat dan teman-temannya.

Saat buka puasa, usahakan asupan yang masuk ke dalam tubuh berupa buah-buahan, diikuti karbohidrat rendah kalori seperti beras merah dan sayur-sayuran. Sebisa mungkin hindari mengonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh seperti pakora, samosa dan ghee.

Terakhir, jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan. Perbanyak minum pada waktu sahur dan buka puasa.

Bagi penyandang diabetes, sangat penting untuk selalu memonitor kondisi tubuh secara intensif selama bulan Ramadan. Jangan ragu untuk segera berkonsultasi ke dokter jika kondisi tubuh kurang optimal. Tetap semangat dan selamat berpuasa! J

0 Shares
2 comments
  1. Makasih banget tipsnya Mas. Ibu saya kebetulan jg Diebetes tipe 2. Memang harus bngt disiplin jaga makan, terutama menghindari yg terlalu manis saat buka puasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like