11 Tradisi Jawa yang Sudah Langka

0 Shares
0
0
0

Malam ini, hujan deras membasahi bumi Jakarta. Di atas tempat tidur, ingatan saya kembali muncul puluhan tahun silam saat saya tinggal di Jawa, dan sempat menikmati tradisi Jawa yang sudah langka. Saat ini pun saya sebenarnya masih tinggal di Jawa, karena kota Jakarta masih berada di pulau Jawa. Belum pindah ke pulau lain. Sebutan Jawa yang saya maksud adalah daerah pedalaman yang masih menjunjung tinggi budaya dan bahasa Jawa dalam kesehariannya.

Secara geografis yang dimaksud dengan daerah Jawa adalah bagian Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Di ketiga propinsi tersebut suku Jawa masih dominan melestarikan budaya dan tradisi Jawa, sementara propinsi Jawa Barat dan Banten banyak didominasi suku Sunda. Meskipun pada kenyataanya suku Jawa menyebar di seluruh pelosok nusantara, bahkan di belahan dunia lain.

Baca juga:

SAJIAN PIRING TERBANG DI RESEPSI PERNIKAHAN

Saya lahir dan besar di Ngawi, sebuah kota kabupaten di bagian barat propinsi Jawa Timur. Lebih tepatnya di desa Walikukun, di kaki Gunung Lawu yang membelah propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Budaya dan tradisinya pun masih mengikuti tradisi Mataraman, karena hanya berjarak satu jam-an dengan kota Solo atau Surakarta. Termasuk dalam melaksanakan tradisi Jawa yang sudah langka.

Almarhum simbah saya memang berasal dari Solo. Boleh dibilang masih kuat sekali budaya kejawennya. Sambil ditemani hujan, saya ingin mengenang masa kecil saya yang sangat akrab dengan budaya Jawa yang masih dilestarikan simbah saat mereka masih hidup. Masa kecil saya memang banyak dihabiskan di kampung, banyak kenangan yang saya rindukan dan ingin saya  tuliskan kembali. Yuk, diingat lagi 11 tradisi Jawa yang sudah langka yang mungkin pernah kalian alami berikut ini.

Daftar Tradisi Jawa yang Sudah Langka

  1. Bancakan Weton

Biasanya pada hari Jumat Legi, saya dan beberapa teman SD waktu itu suka diundang bancakan di rumah almarhumah Mbah Kusni, tetangga rumah ini rutin menggelar bancakan setiap Jumat Siang sebelum sholat. Menu bancakannya sangat sederhana seperti : nasi urap, telur rebus yang diiris empat biji, gereh, dawet merah, opak dan beberapa jajanan pasar. Tapi buat saya dan teman-teman ini merupakan hal yang paling dinanti-nantikan.

  1. Inthuk-inthuk

Mungkin sudah banyak yang tidak tahu apa itu inthuk-inthuk. Hari weton kelahiran saya Minggu Legi, setiap hari itu pula almarhum simbah putri selalu membuat inthuk-inthuk, kemudian diletakkan di kolong tempat tidur saya. Inthuk-inthuk itu semacam tumpeng kecil yang ujung puncaknya dihiasi cabe dan bawang merah yang ditusuk lidi, lauknya telur rebus dan urap-urapan. Saya paling suka nyurut (ngambil tanpa bilang-bilang) telur rebusnya. Soale, kalau ketahuan pasti dimarahin simbah hehehe.

kira-kira seperti inilah bentuk inthuk-inthuk. foto saya ambil dari www.iansrama-wordpress.com
  1. Mandi malam 1 Suro

Memang agak serem ya, tapi serius saya pernah melakukan ini bareng teman-teman. Mandinya tepat jam 12 malam di 7 sumur. Mengelilingi sumur-sumur tetangga dan menimba langsung dari sumur untuk mandi. Entah fungsinya untuk apa, yang jelas katanya ini semacam laku prihatin orang Jawa. Hahaha.

  1. Tidur di lantai beralas tikar

Gosipnya hantu itu tidak napak tanah, jadi setiap malam selama bulan Suro, kita disuruh tidur di lantai dengan alas kloso (tiker) supaya tidak diganggu makhluk halus. Entahlah.

  1. Menabur garam dan sekepal nasi saat hujan deras

Ini sih kebiasaan almarhumah simbah saya, kalau hujan lebat bercampur angin, beliau mengambil nasi sekepal dicampur garam dan dilempar di depan pintu sambil ngucap apa, saya lupa. Enggak cuma itu, beliau juga mengikat cagak soko guru (tiang) rumah dengan selendang batik. Kata simbah supaya tidak ada bencana yang menimpa kita di rumah. Wallahualam.

  1. Petung

Simbah saya selalu menerapkan ini dalam ritual hal-hal besar dalam kehidupan. Mulai dari kelahiran, pernikahan, pindah rumah, perjalanan, bercocok tanam hingga selamatan kematian dan lain sebagainya. Petung (cara baca huruf E-nya seperti baca Petruk), yang berarti melakukan perhitungan tanggal selalu diterapkan dalam keluarga besar.

Orang Jawa mempercayai semua hari itu baik, tapi akan lebih baik jika melakukan suatu hal setelah dicari dulu perhitungannya untuk menghindari naga dino. Supaya tepat sesuai perhitungan kalender jawa dan masehi. Saya sih menerjemahkan petung sebagai analisa berdasarkan riset atau trend keadaan, yang diamati oleh orang Jawa selama ratusan tahun, bukan mengarah ke sisi klenik atau mistis.

  1. Tumbuk weton

Sebenarnya saya tidak pernah mengalami tradisi ini, saya cuma tahu dari cerita Ibu. Jadi intinya weton paklek saya dengan simbah putri itu sama, Kamis Kliwon. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka diadakan upacara ini, mungkin semacam ruwatan, intinya sih paklek saya yang masih bayi pura-puranya dibuang oleh simbah putri. Paklek diletakkan ke dalam cikrak bambu (semacam pengki dari anyaman bambu) yang masih baru. Kemudian diletakkan di persimpangan jalan dan pura-puranya ditemukan oleh tetangga kemudian pura-pura diasuh.

Nah, setelah dewasa dan disunat paklek saya harus balas budi dengan membawakan ubo rampe (dalam bentuk kelapa, beras dan sembako) yang dipikul dan diberikan kepada tetangga saya yang pura-puranya menemukan dia sewaktu bayi. Lucu dan unik menurut saya, zaman sekarang mungkin sudah tidak ada. Upacara dan tradisi Jawa yang sudah langka ini terjadi sekitar tahun 70-an. Karena paklek saya lahir pada tahun tersebut.

  1. Mitoni atau tingkeban

Saya pernah menyasikan ini saat bulek saya hamil bulan ke 7. Waktu itu hasil petung simbah saat acara mitoni, jatuh selepas magrib. Dan memang benar acara mitoni atau tingkeban bulek dilakukan setelah sholat magrib. Mulai dari mandi kembang, procotan telur ayam dan kelapa yang dimasukan ke dalam jarik yang sedang dipakai bulek, dan lain sebagainya. Terus paklek saya memecah 2 butir kelapa gading yang diukir gambar wayang Janaka dan Srikandi tepat di tengah pintu rumah.

seperti inilah bentuk kelapa yang dibelah paklek. foto diambil dari Instagram Nur Pratama Oktaviana
  1. Hiasan padi di atas blandar atau tiang penyangga atap

Kalau kalian pernah masuk ke rumah adat Jawa pada zaman dahulu, pasti kalian akan melihat ada seikat padi yang menguning diletakkan di atas blandar atau tiang penyangga atap rumah. Selain padi juga ada bendera gula kelapa alias bendera merah putih dililit diatas tiang penyangga. Hiasan lain yang lazim ada di rumah adat Jawa adalah tanduk rusa. Ini merupakan salah satu budaya Jawa yang sudah langka. Sangat jarang orang yang memilikinya.

Kalau hari-hari lebaran pasti simbah saya menggantungkan seikat ketupat dan lepet yang sudah matang di atas pintu rumah. Saya kurang paham maknanya, mungkin semacam simbol atau doa pengharapan kemakmuran dan membuka pintu maaf. Mengingat padi simbol bahan pangan sedangkan lepet atau lepat berarti kesalahan.

hiasan tanduk rusa yang saya maksud. gambar saya ambil dari www.rumahjoglo.net
  1. Selamatan

Tradisi ini sih masih lazim diadakan ketika orang Jawa mempunyai hajat. Mulai dari selamatan kelahiran yang disebut Brokohan, ketika orang Jawa merayakan kelahiran, mereka akan membuat bancakan yang berisi nasi, urap, telur rebus, gereh yang kemudian dibagikan ke tetangga sekitar. Setelah Brokohan ada acara sepasaran (5 hari) dan selapanan (35 hari). Ketika acara sepasaran atau selapanan bayi, pasti ada kue lwel-iwel. Saat nulis ini pun saya kangen banget sama kue lwel-iwel, kue sederhana yang terbuat dari beras ketan berisi gula jawa dan kelapa parut, dibungkus daun pisang yang kemudian dikukus. Hmmm enak bangetlah pokoknya buat saya. Beneran deh kangen sama tradisi Jawa yang sudah langka.

Kemudian selamatan Kumbokarnan ketika orang Jawa akan mantu. Ini semacam pemberitahuan resmi ke tetangga bahwa mereka akan memiliki hajat mantu. Pada saat Kumbokarnan para tetangga dengan sukarela akan membantu pelaksanaan acara tersebut dengan membentuk tim wedding organizer. Pada hari H pemangku hajat akan membagikan nasi lengkap dengan lauk pauk yang disebut Iter-iter kepada semua tetangga yang ikut rewang, karena mereka sama sekali tidak dibayar. Selepas mantu pemangku hajat akan mengadakan Sumsuman dengan membagikan bubur sumsum ke tetangga sekitar, sebagai ucapan terima kasih setelah dibantu rewang pada saat mereka mantu.

Selamatan memperingati hari kematian seseorang. Mulai dari selamatan 1 hari, 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, mendak pisan (satu tahun pertama) mendak pindo (tahun kedua) dan terakhir nyewu alias 1000 hari.

menu makanan yang lazim ada saat acara selamatan
  1. Sinoman

Sebelum awal tahun 2000-an di daerah Jawa, jarang sekali ada pesta pernikahan yang menggunakan jasa catering. Kalaupun ada hanyalah di kota-kota besar. Pesta pernikahan lazim dengan tradisi piring terbang (istilah gampangnya seperti itu). Jadi seluruh tamu yang hadir duduk khidmat selama acara, makanan akan diantarkan satu per satu mulai dari kue-kue, menu pembuka, makanan utama hingga dessert. Jadi kalau ada 1000 tamu, bakalan ada 1000 piring, gelas, sendok dan teman-temannya. Nah, siapa yang akan melayani tamu sebanyak itu? Itulah tugas sinoman yang terdiri dari pemuda pemudi karang taruna.

Nah, itu tadi sebelas tradisi Jawa yang sudah langka dan mungkin sebagian sudah punah. Tidak ada yang salah dengan tradisi, selama tidak dimaksudkan untuk hal-hal negatif, ambil saja sisi positifnya. Sebenarnya masih banyak lagi, kali lain akan saya tuliskan sambil mengingat-ingat. Jadi, tradisi mana yang pernah kalian lakukan? Yuk, bernostalgia.

0 Shares
45 comments
  1. Keluargaku juga dari Solo, tepatnya Sragen dan sanak keluargaku bnyk tersebar di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Ngawi. Dirmh Bpkku di Jawa sana, masih sgt kental budaya Jawanya termasuk cuci perabotan dikali dan selametan.

  2. Wah banyak tradisi Jawa yang aku belum tau sebelum baca tulisan ini.. Yang aku tau dan emang masih dilaksanain di keluarga smp sekarang itu cuma satu, selametan ?

  3. Klo seinget saya, tradisi yg masih dilakuin sama Mbah saya sampai skrg, yg Inthuk-inthuk untuk para anak2nya dan cucu2nya. Cuma beda tradisinya. Klo kata ibu saya, pas jumat kliwon (hari weton kelahiran saya), si Mbah Putri suka bikin tumpeng kecil trs didoain dan manggilin anak2 sekitar rumahnya bt dibagi2in.

  4. Ritual ritual yang sudah semakin langka.
    Penganan tradisional yang ngangenin…
    Suasana guyub yang selalu ada di setiap acara..
    Indonesia memang kaya akan budaya

  5. Salut untuk perhatian mas achi kepada budaya leluhur. Artikel bernutrisi setinggi ini, dikirim ke media cetak atau online jugakah, mas achi?

  6. Sampai sekarang di rumah Wonogiri simbah juga masih melaksanakan beberapa tradisi jawa mas, tapi aku kalau disuruh menyiapkan serupa sesaji gitu untuk anggota keluarga yang sudah meninggal yang biasanya dilakukan saat menjelang hari raya idul fitri atau paes ya namanya. Dengan tegas aku nolak, karena takut syirik.

  7. Klo di kampungku no 1 jenenge wetonan. Dulu waktu kecil sering diundang wetonan, terakhir yg ditunggu ambil duit di rantang yg ada diair yg ada daun. Lupa daunya.

  8. Paling aku seneng sih bancakan yaa… haha. Yang belum pernah aku tahu inthuk-inthuk, tidur di alas tikar, sama menabur garam. Belum pernah lihat sama sekali..wkwkwk.

  9. Mbahku almarhum orang Gunung Kidul, beliau juga kejawen. Beberapa hal yg Mas Achi tulis di sini aku tau karena pernah liat, seperti ada seikat padi dan kelapa di langit2 rumah.

  10. Keluargaku dah jarang ngelakuin upacara atau ritual2 kejawen. Keluarga ibu memang kental darah santrinya, keluarga Bapak paling cuma ngadain sebagai acara rame2 aja, bukan bertujuan untuk ini itu.

    Tapi dulu waktu ibu hamil anak pertama, Nenek sempet khawatir karena ibu gak ngelakuin semua mitos yang harus ini, atau gak boleh gitu. Eh, pas Kakak lahir, dengan selamat dan sehat, Nenek baru bisa tenang

  11. sinoman ini yang pernah aku alami waktu acara yang diadain ma sodara mamaku disana..
    btw aku jadi dapat pengetahuan ni mas aci makasih yaa

  12. Yang aku tahu hanya Selamatan, Mas. Itupun karena di daerahku juga menganut tradisi tersebut. Sinoman juga sebenarnya ada, tapi lupa namanya :D, lebih ke gotong royong karang taruna. Jadi jika ada yang mau nikahan atau hajatan, maka karang taruna akan gotong royong membantu yang punya hajat.

    Ohh iyaaa, duluu waktu masih kecil sering lihat bendera di tiang langit-langit rumah orang. Ga ngeh sih yang punya rumah orang Jawa atau bukan. Waktu itu kalo ngeliat bendera diiket di tiang langit-langit mikirnya sederhana banget “biar kelihatan Indonesianya” :D. Ga kepikiran ada filofosi dibaliknya hahaha.

  13. pernah tinggal di daerah yang banyak org jawanya pas di medan dulu.. dan ada yg ginian juga.. jadi inget kecil..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like