Aku Baru Paham Dampak Kurban Setelah Melihat Sendiri Senyum Mereka

0 Shares
0
0
0

Setiap tahun, saat gema takbir mengalun dari masjid ke masjid, aku selalu merasakan haru. Tapi entah kenapa, kurban selalu terasa jauh dari kehidupanku secara pribadi. Biasanya, aku hanya melihatnya sebagai ritual tahunan di masjid. Selesai. Tak pernah benar-benar kupahami apa makna lebih dalam dari semua itu.

Tahun ini berbeda. Ada ajakan untuk mengunjungi DD Farm di Pundong, Bantul, tempat Dompet Dhuafa merawat hewan kurban sebelum disalurkan. Awalnya kupikir ini hanya semacam perjalanan edukatif, melihat sapi atau domba-domba gemuk dan kandang yang bersih. Tapi ternyata, yang kutemui jauh lebih dari itu. Ada perasaan yang sulit dijelaskan—campuran antara kagum, terharu, dan … malu. Ya, malu karena selama ini aku terlalu sempit melihat makna kurban.

Aku ingin membagikan cerita ini bukan untuk menggurui, tapi sebagai refleksi. Barangkali, seperti aku sebelumnya, kamu juga pernah melihat kurban hanya dari sisi permukaannya. Padahal di balik daging yang dibagikan, ada senyum-senyum yang tulus, ada hati yang tersentuh, dan ada nilai kemanusiaan yang begitu dalam.

Lebaran Haji Tak Pernah Berubah, Tapi Tahun Ini Rasanya Beda

Setiap Iduladha, aku merasa menjalani rutinitas yang sama. Aku merasa sudah cukup berpartisipasi. Tidak ada yang salah, tapi juga tidak ada yang menyentuh batin. Semua berjalan seperti biasa, datar.

Mungkin karena selama ini kurban terasa seperti urusan logistik. Ada uang, ada hewan, ada distribusi. Tapi tahun ini, saat aku memutuskan untuk melihat lebih dekat prosesnya, aku mulai sadar bahwa kurban bukan hanya tentang “membayar kewajiban”. Ada manusia-manusia lain yang menjadi bagian dari cerita itu.

Aku mulai bertanya-tanya, ke mana sebenarnya hewan kurban disalurkan? Siapa yang menerima? Seperti apa rasanya bagi mereka? Apakah ini hanya soal mendapat daging, atau ada yang lebih penting dari itu? Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung di kepalaku saat aku memutuskan untuk ikut rombongan ke Pundong.

Dan sejak saat itu, semuanya mulai terasa berbeda. Rasanya seperti membuka jendela baru yang selama ini tertutup—dan sinar dari luar sangat menghangatkan.

Perjalanan ke Pundong: Lebih dari Sekadar Menginjak Tanah Peternakan

DD Farm bukan tempat biasa. Peternakan ini bukan hanya memelihara domba-domba, tapi juga memelihara amanah. Setiap hewan kurban dirawat dengan standar yang sangat ketat. Mulai dari pakan, kebersihan kandang, hingga perlakuan terhadap hewan yang penuh kasih.

Saat aku melangkah di antara kandang-kandang itu, aku melihat domba-domba yang sehat, bersih, dan tenang. Para petugas tak sekadar bekerja; mereka terlihat seperti merawat sahabat. Ada yang memberi makan sambil bersenandung, ada yang berbicara lembut seolah hewan-hewan itu bisa mengerti. Pemandangan yang jauh dari kesan peternakan industri.

Aku sempat berbincang dengan salah satu petugas. Katanya, “Kami tidak hanya merawat hewan, tapi juga merawat kepercayaan orang yang berkurban.” Kalimat itu menempel erat di benakku. Ini bukan sekadar pekerjaan. Ini ibadah, dari awal hingga akhir.

Aku mulai merasa, bahwa hewan kurban yang kita titipkan, tidak hanya berakhir sebagai daging. Tapi juga melewati proses yang penuh kepedulian dan tanggung jawab. Dan itu, bagiku, sangat menyentuh.

Mata Mereka yang Berkilat Bukan Karena Daging, Tapi Karena Dihargai

Hari itu, aku ikut dalam momen pemeliharaan hewan kurban. Bersama tim Dompet Dhuafa, kami mengunjungi sebuah desa yang menjadi salah satu titik peternakan. Anak-anak berlarian, para petugas menyambut dengan senyum, dan semuanya membantu mengatur peternakan. Jika semuanya serapi ini, distribusinya pasti terurus dengan baik.

Aku membayangkan saat daging kurban ini dibagikan nanti. Akan ada seorang nenek yang memeluk erat bungkusan daging kurban seperti sedang menerima hadiah paling berharga. Matanya berkaca-kaca. Ketika ditanya, ia hanya berkata, “Alhamdulillah, sudah lama tidak makan daging.” Kalimat sederhana yang menusuk hati.

Di saat itulah aku sadar, bahwa bagi kita, daging mungkin biasa saja. Tapi bagi mereka, ini adalah simbol perhatian. Bukan sekadar protein, tapi bukti bahwa mereka tidak dilupakan. Bahwa ada yang peduli, ada yang berbagi.

Senyum mereka bukan karena dagingnya, tapi karena merasa dihargai. Dan aku—yang selama ini menganggap kurban hanya sebagai kewajiban—merasa tertampar. Kurban ternyata lebih menyentuh dari yang kubayangkan.

Kurban yang Nyata Bukan Hanya Soal Hewan, Tapi Tentang Kemanusiaan

Setelah pengalaman itu, aku mulai memahami bahwa kurban adalah jembatan antara kita yang mampu, dan mereka yang sedang berjuang. Ia menghapus sekat sosial, menyatukan hati lewat kasih sayang yang nyata—bukan teori.

Di tengah dunia yang makin individualis, kurban mengajarkan kita untuk peduli. Untuk merasakan perih yang dirasakan saudara kita. Untuk tidak sekadar memberi, tapi juga hadir dalam rasa.

Aku membayangkan bagaimana satu ekor kambing bisa membawa tawa di tengah kesederhanaan. Bagaimana sepotong daging bisa menjadi momen berkumpul yang membahagiakan. Dan semua itu membuatku berpikir: betapa kuatnya dampak sebuah kurban jika dilakukan dengan hati.

Kemanusiaan bukan sesuatu yang besar dan rumit. Kadang, ia hadir dalam bentuk paling sederhana—sepotong daging, senyum tulus, dan perasaan tidak sendiri.

Ternyata Kita Bisa Memberi Lebih dari yang Kita Kira

Selama ini aku mengira, untuk memberi dampak besar, harus punya sumber daya besar. Tapi kurban membuktikan bahwa satu tindakan kecil, jika dikelola dengan baik, bisa menyentuh banyak kehidupan.

Dompet Dhuafa tak hanya menyalurkan kurban, tapi juga memberdayakan peternak lokal, menjaga ekosistem sosial, dan memastikan bahwa setiap bagian dari proses memberi manfaat. Artinya, dampaknya berlapis-lapis—dari yang memberi, yang merawat, hingga yang menerima.

Aku jadi berpikir, ternyata aku bisa memberi lebih dari yang kukira. Bukan soal jumlah, tapi soal niat dan saluran yang tepat. Ketika kita percaya pada proses yang baik, dampaknya bisa sangat jauh.

Kurban bukan hanya tentang pengorbanan, tapi tentang kepercayaan bahwa sedikit dari kita bisa menjadi banyak bagi mereka.

Kenapa Harus Kurban di Dompet Dhuafa

Setelah melihat sendiri apa yang terjadi di balik layar, aku jadi yakin: kurban yang terbaik bukan hanya yang besar, tapi yang sampai. Yang ditangani dengan amanah, dan disampaikan dengan cinta.

Dompet Dhuafa bukan hanya menyalurkan hewan kurban. Mereka membangun sistem yang adil, transparan, dan memberdayakan. Peternak lokal dilibatkan, kualitas hewan dijaga, dan distribusi menyasar wilayah-wilayah yang benar-benar membutuhkan.

Bagiku, ini bukan soal promosi. Ini soal rasa percaya. Karena kurban bukan hanya tentang apa yang kita beri, tapi juga tentang bagaimana dan kepada siapa itu sampai. Dan aku sudah melihat sendiri jawabannya.

Tahun ini, kamu bisa mempertimbangkan kurban di Dompet Dhuafa sebagai salah satu pilihan tepercaya. Bukan karena mereka paling besar, tapi karena mereka paling peduli. Dan aku yakin kurban yang sampai ke mereka tidak hanya menjadi daging, tapi menjadi senyum. Seperti yang kulihat di Pundong, dan tak akan pernah kulupakan.

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like