Siapa pun, mungkin tak ada yang benar-benar siap dengan konsekuensi dari rutinitas digital, termasuk saya. Lebih dari 12 tahun saya habiskan di dunia perbankan syariah, duduk di depan komputer, memastikan angka-angka tetap seimbang. Setelahnya, saya beralih ke dunia startup media ekonomi syariah sebagai editor. Dari angka ke kata, selain layar, INSTO Dry Eyes tetap jadi teman kerja. Semua karena mata saya bekerja keras, seolah tak pernah diberi jeda.
“Kesehatan bukan segalanya, tapi tanpa kesehatan, segalanya bukan apa-apa,” kutipan ini pelan-pelan menjadi relevan dalam hidup saya. Terutama ketika saya mulai merasakan perih, kering, dan pegal di mata. Dulu saya anggap remeh. Tapi ternyata, mata tak bisa terus diajak kompromi. Ia butuh istirahat, butuh perhatian, bahkan mungkin juga butuh pertolongan.
Saya pikir, cukup dengan sering mengalihkan pandangan, atau sesekali pejam sejenak. Tapi ternyata itu belum cukup. Terutama saat deadline mendesak, atau inspirasi menuntut untuk segera ditulis. Dari situlah saya mulai mencari solusi. Dan saya bertemu dengan sesuatu yang bukan air mata, tapi air untuk mata: INSTO Dry Eyes.
Baca juga: Melawan Keringnya Mata dengan Insto Dry Eyes
Dari Layar Kantor ke Layar Rumah, Mata Tetap Bekerja tanpa Rehat

Dulu, saat bekerja di perbankan syariah, mata saya sibuk membaca laporan keuangan dan memeriksa tabel-tabel rumit. Kini, saat bekerja sebagai editor di startup media ekonomi syariah, mata saya masih sibuk—membedah naskah, menyunting narasi, dan menatap layar sepanjang hari. Layar berubah, tapi intensitasnya tetap.
Saat berpindah dari kantor ke rumah, yang berubah hanya lokasinya. Mata tetap menatap layar tanpa kompromi. Kadang lebih dari 10 jam sehari. Tak jarang saya merasa mata seolah mengering perlahan, seperti kehilangan pelindung alaminya.
Saya sempat mencoba berbagai cara alami: kompres air dingin, rutin istirahat tiap 20 menit, hingga konsumsi vitamin mata. Tapi rasa kering itu tetap datang, terutama saat malam hari. Lalu saya mencoba INSTO Dry Eyes. Awalnya skeptis, tapi satu tetes saja memberikan rasa lega yang nyata. Mata terasa lebih sejuk, dan saya bisa kembali bekerja tanpa harus menyipit atau menggosok-gosok kelopak.
Tanda-Tanda Mata Kering yang Perlu Diwaspadai: Mata SEpet, PErih, dan LElah
Bayangkan kita sedang menyelesaikan pekerjaan penting di depan laptop, tapi tiba-tiba mata terasa berat dan pandangan mulai kabur. Mata SEpet, PErih, dan LElah sering kali datang tanpa permisi—mengganggu konsentrasi dan kenyamanan. Gejala ini bukan sekadar gangguan ringan, tapi bisa menjadi sinyal awal mata kering yang sering kita sepelekan.
Rasa perih seperti berpasir, seolah ada butiran debu halus yang tak terlihat, bisa muncul bahkan saat kita tidak sedang berada di luar ruangan. Ini bukan kebetulan. Mata kita sedang berjuang menjaga kelembapan, dan saat pelindung alaminya berkurang, kenyamanan pun ikut menghilang. Semakin lama dibiarkan, makin besar potensi kerusakan di permukaan mata.
Begitu pula rasa lelah yang muncul di mata—bukan karena kurang tidur semata, tapi karena mata kita dipaksa terus bekerja tanpa cukup pelumas alami. Jika kita merasa mata cepat pegal saat membaca atau menatap layar, ini saatnya lebih peka. Menyadari gejala awal seperti ini adalah langkah pertama untuk mencegah kondisi mata kering yang lebih serius di kemudian hari.
Kenali Penyebab Mata Kering Sejak Dini
Kita sering mengira masalah mata kering hanya soal usia atau bawaan genetik. Padahal, kebiasaan kecil yang kita lakukan setiap hari bisa memberi dampak besar. Misalnya, terlalu lama berada di ruangan ber-AC. Tanpa disadari, udara dingin yang kering menyerap kelembapan dari kulit—termasuk mata—dan memicu iritasi.
Tak hanya itu, aktivitas luar ruangan juga menyumbang perannya. Polusi, asap kendaraan, hingga paparan angin kencang saat kita naik motor tanpa pelindung mata, semuanya bisa mempercepat penguapan air mata. Dan ketika kita fokus menatap layar dalam waktu lama tanpa jeda, frekuensi berkedip menurun drastis. Padahal, berkedip adalah mekanisme alami tubuh untuk melembapkan dan membersihkan mata.
Kebiasaan begadang dan kurang tidur turut memperparah kondisi. Saat tubuh tidak cukup istirahat, produksi air mata bisa terganggu, dan mata pun terasa lebih kering saat bangun pagi. Mengenali pola hidup yang bisa memicu mata kering adalah bentuk perhatian terhadap diri sendiri. Jangan tunggu sampai gangguan ringan berubah menjadi masalah serius yang mengganggu kualitas hidup kita.
Solusinya? INSTO Dry Eyes yang Selalu Sigap Menjaga Kelembapan Mata
Tak semua solusi harus rumit. Kadang, yang dibutuhkan hanya kesadaran bahwa tubuh—termasuk mata—punya batas. Saya mulai menyadari bahwa kelembapan alami mata bisa hilang karena paparan layar terus-menerus. Di sinilah peran tetes mata alami menjadi krusial.
Dengan formula khusus yang memang dirancang untuk mengatasi gejala mata kering, INSTO Dry Eyes bekerja cepat. Saya tidak perlu menunggu lama untuk merasakan perbedaan. Rasanya seperti memberikan mata saya jeda yang ia butuhkan, bahkan ketika saya masih harus bekerja.
Kepraktisannya juga jadi nilai lebih. Botol kecil yang bisa dibawa ke mana-mana, bahkan saya sediakan satu di meja kerja dan satu lagi di tas. Tinggal tetes, dan mata kembali nyaman. Simpel tapi powerful. Yang paling melegakan, saya tak perlu mengurangi produktivitas hanya karena mata terasa kering. Tetes mata alami ini hadir menjaga keseimbangan: antara kerja keras dan perawatan diri.
Menulis adalah Napas, Tapi Mata Tak Selalu Kuat Menatap Terus
Menulis bagi saya bukan sekadar pekerjaan, tapi bagian dari jiwa. Setiap kata yang saya sunting, setiap kalimat yang saya ramu, adalah napas kehidupan. Tapi menulis juga berarti menatap layar selama berjam-jam, dan di situlah tantangan datang.
Mata tak selalu kuat diajak berlari sejauh pikiran. Ia bisa memerah, terasa perih, dan kadang seperti berpasir. Rasa tidak nyaman ini bisa mengganggu alur kerja, bahkan meredam inspirasi yang tengah mengalir deras.
Untung ada INSTO Dry Eyes. Setetes yang kecil, tapi efeknya nyata. Seolah ada oase yang menenangkan di tengah padang deadline. Ia tidak mengobati kelelahan hidup, tapi cukup untuk meredakan kelelahan mata. Saya belajar, bahwa menjaga mata adalah bagian dari menjaga semangat berkarya. Karena menulis tak akan berarti jika pandangan tak lagi jernih.
Ritme Deadline Tak Pernah Melambat, Begitu Juga Ketegangan di Mata

Dunia kerja, apalagi di media, tidak pernah benar-benar mengenal kata ‘santai’. Deadline datang bertubi-tubi, dan layar menjadi arena utama bertempur. Ritmenya cepat, tegang, dan mata harus terus siaga.
Ketegangan di mata itu nyata. Tidak hanya kering, tapi juga terasa berat, seperti membawa beban diam-diam. Saya sadar bahwa ini bukan hanya kelelahan sesaat, tapi sinyal dari tubuh.
Dengan INSTO Dry Eyes, saya mendapat jeda sejenak tanpa harus benar-benar berhenti. Setetesnya cukup untuk mengurangi ketegangan dan memberi ruang bagi mata untuk bernafas. Saya percaya, menjaga diri bukan berarti meninggalkan tanggung jawab. Tapi menemukan cara bijak untuk tetap kuat menjalani semua. Berbekal tetes mata alami adalah salah satu cara bijak itu.
Dulu Menjaga Angka di Perbankan, Kini Merawat Kata di Blog
Perjalanan saya dari perbankan ke media bukanlah tanpa tantangan. Tapi satu hal yang tak berubah adalah: layar tetap mendominasi hari-hari saya. Dulu angka, kini kata. Tapi keduanya menuntut perhatian yang sama dari mata.
Saya ingat, bahkan di hari-hari sibuk saat menjadi funding officer, saya hampir tidak pernah lepas dari Excel dan sistem komputer. Kini, saya tenggelam dalam artikel dan narasi panjang. Mata tetap menjadi korban pertama.
Kini, dengan kesadaran lebih besar tentang pentingnya merawat mata, saya tidak ragu memilih INSTO Dry Eyes sebagai partner harian. Ia seperti penjaga kecil yang selalu siaga. Entah itu angka atau kata, mata saya tetap bisa fokus, tetap bisa jernih melihat detail. Karena menjaga mata berarti menjaga kualitas dari setiap karya yang saya hasilkan.
Menatap Data, Menyunting Narasi, Menyusun Makna di Layar
Pekerjaan saya sehari-hari adalah tentang detail. Tentang memastikan setiap data tersampaikan akurat, setiap kata tersusun tepat. Dan itu artinya, saya harus fokus penuh di layar.
Ketika mata mulai perih, konsentrasi ikut goyah. Padahal satu kesalahan kecil bisa berdampak besar dalam tulisan maupun penyajian informasi. Dengan tetes mata yang menyegarkan, saya bisa tetap menjaga fokus. Saya tahu, saat mata mulai terasa tidak nyaman, bukan berarti harus berhenti. Cukup satu tetes, dan saya bisa lanjut dengan nyaman.
Kadang, solusi terbaik adalah yang paling sederhana. Tetes mata alami membuktikan bahwa kenyamanan kerja bisa datang dari perhatian kecil yang konsisten.
Dulu Monitor Kantor, Kini Laptop Pribadi—Layar Tetap Sama Terangnya
Yang berubah hanyalah tempat saya bekerja. Dulu di kantor dengan monitor besar, kini di rumah dengan laptop pribadi. Tapi satu hal yang sama: cahaya layar yang menuntut kesiagaan mata.
Cahaya biru, font kecil, kontras tinggi—semua itu bisa memperparah mata kering. Dan ketika itu terjadi, semangat pun bisa menurun. Saya bersyukur kini sudah menemukan ‘rem kecil’ yang membantu saya tetap nyaman. Penyegar mata bukan hanya soal tetes mata, tapi soal perhatian pada detail keseharian.
Karena di dunia digital ini, menjaga mata berarti menjaga koneksi dengan dunia. Dan saya memilih untuk menjaga koneksi itu dengan lebih bijak.
Tak Ada Hari Tanpa Layar, Tak Ada Malam Tanpa Menulis

Menulis bukan hanya pekerjaan, tapi panggilan. Tak ada hari tanpa mengetik, tak ada malam tanpa menyusun cerita atau artikel. Tapi tubuh punya batas, dan mata adalah alarmnya.
Ketika mata mulai protes—dengan perih, kering, atau terasa berat—saya tahu itu waktunya memberi jeda. Tapi bagaimana jika jeda itu tidak bisa panjang? Di situlah peran tetes mata alami sangat berarti.
Satu tetes kecil yang menyegarkan. Tidak mengganggu ritme, tapi cukup untuk memberi ruang lega. Seperti air di tengah gurun, ia tak banyak bicara, tapi kehadirannya menyelamatkan. Kini, saya menulis dengan tenang. Karena saya tahu, ada yang menjaga mata saya diam-diam. Bukan air mata, tapi air untuk mata dari INSTO Dry Eyes.
Menulis Rutin sebagai Blogger, Tapi Mata Tak Boleh Lupa Dijaga
Sebagai blogger, menulis adalah aktivitas harian yang nyaris tak pernah absen. Ide-ide datang tak kenal waktu, dan laptop selalu siap untuk dijadikan wadah cerita dan pemikiran. Namun, semakin rutin saya menulis, semakin terasa beratnya beban yang dipikul oleh mata. Menyunting blog, membaca ulang draft, hingga memastikan tampilan artikel menarik, semuanya dilakukan di depan layar.
Tetes mata menjadi penolong yang tak tergantikan. Setiap kali mata mulai terasa kering saat menulis atau membalas komentar pembaca, saya cukup meneteskan satu tetes. Seketika ada kesegaran yang membuat mata siap untuk lanjut berkarya.
Menulis rutin adalah bentuk komitmen, dan menjaga kesehatan mata adalah bagian dari komitmen itu. Karena tanpa mata yang sehat, tak ada blog yang bisa terus hidup dengan tulisan yang menginspirasi.
Hobi Membaca: Menyusuri Dunia Lewat Buku
Buku adalah jendela dunia, begitu kata orang. Bagi saya, membaca adalah sebuah petualangan yang tak pernah selesai. Setiap buku membawa saya ke tempat baru, memperkenalkan saya pada karakter-karakter yang unik, dan memberikan perspektif yang tak terduga.
Sejak kecil, saya sudah terbiasa dengan tumpukan buku. Membaca bukan hanya kebiasaan, tetapi kebutuhan. Ada kalanya saya membaca untuk belajar, ada kalanya hanya untuk mengisi waktu luang dengan cerita yang menghibur. Setiap genre memiliki pesonanya sendiri, mulai dari fiksi hingga non-fiksi, semuanya memberikan nilai lebih dalam hidup saya.
Namun, membaca juga memiliki tantangan tersendiri, terutama dengan mata yang lelah. Di sinilah saya mulai menyadari betapa pentingnya menjaga kesehatan mata, agar saya bisa terus menikmati dunia buku tanpa gangguan.
Membaca sebagai Pelarian dari Kehidupan Sehari-hari
Bagi saya, membaca lebih dari sekadar hobi. Itu adalah cara saya untuk melarikan diri sejenak dari rutinitas yang padat. Buku bisa membawa saya ke dunia yang jauh, ke masa lalu atau bahkan masa depan. Setiap halaman yang saya buka adalah kesempatan untuk belajar dan menemukan hal-hal baru yang bisa memperkaya hidup saya.
Tidak jarang, saya terjebak dalam sebuah cerita begitu dalam sehingga waktu berjalan begitu cepat. Tetapi saya juga sadar bahwa mata saya mulai merasa lelah setelah berjam-jam terfokus pada teks. Untuk itu, menjaga kesehatan mata menjadi prioritas, agar saya bisa terus menikmati perjalanan ini tanpa hambatan.
Meskipun tantangan mata kering selalu ada, saya tetap bersemangat untuk melanjutkan hobi membaca saya. Dengan sedikit perhatian dan solusi yang tepat, saya yakin bisa menjaga keseimbangan antara menikmati buku dan merawat mata.
Membaca Buku sebagai Proses Pencarian Diri

Ada kalanya saya merasa seperti sedang mencari sesuatu dalam hidup saya. Dalam pencarian itu, buku menjadi teman yang selalu setia. Buku memberi jawaban atas banyak pertanyaan yang muncul di kepala saya, memberikan perspektif baru, dan terkadang menuntun saya pada pemahaman yang lebih dalam tentang diri saya sendiri.
Membaca buku memberikan ruang bagi saya untuk merenung dan berpikir. Setiap kalimat yang saya baca seolah membimbing saya untuk menemukan makna dalam hidup. Namun, kebiasaan membaca yang panjang tentu tidak tanpa konsekuensi bagi mata. Itulah mengapa saya merasa penting untuk merawat mata dengan bijak, agar proses pencarian diri ini bisa berlangsung lebih lama.
Dengan solusi seperti INSTO Dry Eyes, saya bisa menjaga kenyamanan mata saya, dan melanjutkan petualangan membaca tanpa gangguan. Mata yang sehat berarti saya bisa terus menggali ilmu dan menemukan pemahaman baru setiap kali membuka halaman buku.
Menutup Hari dengan Pandangan Jernih
Kini, saya tak lagi mengabaikan sinyal dari tubuh. Saya mulai peka pada apa yang dibutuhkan oleh mata saya. Setiap kali mata mulai protes, saya tahu harus bertindak.
Bukan dengan air mata, tapi dengan air untuk mata dari INSTO Dry Eyes. Satu tetes sederhana, tapi memberi arti besar. Ia menjaga pandangan tetap jernih, agar saya bisa terus berkarya, membaca, dan menjalani hari-hari digital saya tanpa rasa perih.
Dan buat saya, itu cukup untuk disebut sebagai bentuk kecil dari cinta pada diri sendiri.