Lari 5K di Ancol mungkin terdengar biasa. Tapi bayangkan ketika paru-paru sudah protes, napas megap-megap, keringat deras bercucuran, lalu dari pinggir lintasan muncul sosok Tanjiro dengan senyum tulus sambil melambaikan tangan. Seketika ngos-ngosan itu berubah jadi momen absurd yang bikin saya mikir: “Lari kok kayak masuk anime?” Ada semacam dorongan aneh, antara ingin berhenti atau justru tambah kencang biar nggak malu di depan karakter Demon Slayer.
Di titik itu saya sadar, ISEKAI RUN memang sengaja main di batas tipis antara olahraga dan fantasi. Tubuh masih ada di dunia nyata—lutut pegal, sepatu belepotan pasir Ancol—tapi imajinasi dibawa jauh ke semesta anime. Kalau biasanya pelari disemangatin panitia pakai toa, di sini motivasinya datang dari cosplayer berpedang Nichirin.
Rasanya lucu juga: saya yang biasanya cuma lari ditemani playlist Spotify, kali ini ditemani dunia lain. Setiap langkah jadi campuran rasa letih, kagum, dan geli. Mungkin beginilah cara paling gampang menjelaskan arti “isekai” tanpa perlu teori panjang: cukup lari sampai ngos-ngosan, lalu biarkan Tanjiro yang menyemangati. Tamat sudah.
Lari Pagi, Tapi Rutenya Nyasar ke Anime
Biasanya, lari pagi itu sederhana: sepatu olahraga, jalan mulus, lalu pulang dengan badan segar. Tapi begitu start ISEKAI RUN di Ancol dimulai, suasananya langsung aneh—aneh tapi seru. Jalur lari yang biasanya sepi cuma diisi burung camar, kini penuh warna-warni wig dan kostum. Ada Naruto yang serius lari dengan gaya tangan ke belakang, ada Luffy yang semangat teriak “Kaizoku Ou ni naru!”, dan ada Elsa Frozen yang entah kenapa juga ikut berlari meski kostumnya bikin ribet. Saya sempat mikir: ini lari, atau parade karakter kartun yang kebetulan butuh cardio?
Di aplikasi Strava, catatan saya tetap realistis: 5 kilometer. Tapi di kepala saya, rasanya lebih seperti teleportasi. Karena setiap langkah bikin saya merasa keluar dari rutinitas, masuk ke dunia lain yang nggak bisa ditemui di treadmill gym manapun. Saya biasanya lari sendirian, ditemani musik Spotify. Tapi kali ini, saya ditemani dunia anime. Bayangkan ngos-ngosan, tapi di kanan-kiri ada karakter Demon Slayer, One Piece, sampai Pokemon. Rasanya absurd, tapi justru itu yang bikin pengalaman ini berharga. Kadang, untuk masuk ke dunia lain, kita nggak butuh mesin waktu atau portal ajaib. Cukup daftar lomba lari unik, lalu biarkan jalurnya membawa kita nyasar ke semesta yang berbeda.
Jersey, Cosplay, dan Dilema Kostum di Garis Start
Sebelum lari dimulai, saya berdiri di garis start sambil celingak-celinguk. Di kanan ada peserta dengan jersey resmi event yang sporty, di kiri ada cosplayer yang nekat lari pakai wig biru panjang ala Hatsune Miku. Saya? Masih ragu. Kalau ikut pakai jersey, aman dan nyaman. Tapi kalau lihat kostum-kostum kreatif itu, rasanya sayang juga melewatkan kesempatan tampil beda. Bukannya apa, lari 5K sekali, foto di Instagram bisa selamanya.
Dilema makin kocak ketika ada peserta yang pakai kostum Gundam—iya, robot raksasa itu—meski saya yakin dia nggak akan sampai finish. Lalu ada yang lari dengan helm Power Ranger, jelas bikin gerah tapi tetap keren. Saya jadi sadar, di ISEKAI RUN kostum bukan sekadar hiasan. Ia adalah pernyataan diri, identitas, bahkan bentuk solidaritas dengan fandom tertentu. Sementara saya masih mikir, “Lari ini bakal ngos-ngosan, apa perlu tambah repot dengan kostum?”
Akhirnya saya pilih jalan aman: jersey resmi plus sepatu lari favorit. Tapi dalam hati saya berjanji, kalau tahun depan ikut lagi, saya harus siap dengan kostum. Minimal yang sederhana tapi ikonik. Karena ternyata, di lintasan ini, kostum bisa lebih penting daripada pace.
Festival Lari atau Comic Con Versi Keringetan?
Jujur, kalau ditanya ISEKAI RUN itu lomba lari atau festival cosplay, saya bingung jawabnya. Soalnya, dari awal sampai akhir, suasananya lebih mirip pesta budaya pop ketimbang ajang olahraga. Ada panggung musik anisong dengan band yang menyanyikan opening Naruto, ada lomba kostum dengan hadiah jutaan rupiah, sampai meet & greet dengan cosplayer yang lebih sibuk diajak foto daripada lari.
Saya sempat berhenti sebentar di satu titik, bukan karena capek, tapi karena penasaran melihat anak kecil pakai kostum Pikachu yang lebih sibuk nyanyi-nyanyi ketimbang berlari. Di momen itu saya sadar, ISEKAI RUN memang lebih dari sekadar lomba. Ini ruang tempat semua orang merayakan fandom mereka, sambil tetap bergerak. Lari hanya jadi alasan supaya kita semua punya tujuan sama: garis finis.
Tapi jangan salah, meski penuh gimmick cosplay, keringat tetap nyata. Napas tetap tersengal, betis tetap pegal. Bedanya, penderitaan kecil itu dibungkus dalam euforia festival. Mungkin inilah bedanya dengan Comic Con: di sana orang sibuk antre dan foto, di sini semua dipaksa ngos-ngosan dulu sebelum bisa pamer kostum. Rasanya, lelah tapi bahagia.
Kenangan Isekai yang Akan Selalu Saya Bawa Pulang
Biasanya, yang saya bawa pulang dari lari 5K hanyalah medali biasa dan foto finish line yang agak buram. Tapi dari ISEKAI RUN, saya bawa pulang sesuatu yang lebih sulit diukur: cerita. Bagaimana rasanya disemangatin cosplayer Tanjiro, lari bareng Naruto, atau melihat orang tua yang rela lari sambil gendong anak kecil berkostum Pikachu. Itu semua jadi fragmen yang nempel kuat di ingatan.
Suatu saat nanti, saya bisa cerita ke teman, “Aku pernah lari bareng karakter anime di Ancol.” Kalimat itu lebih bernilai daripada sekadar, “Aku finish 5K.” Karena ada bumbu absurditas di sana, sesuatu yang bikin orang lain ikut tersenyum saat mendengarnya.
Kenangan ini juga jadi pengingat bahwa olahraga bisa dikawinkan dengan imajinasi. Bahwa peluh dan fantasi bisa berjalan berdampingan. Bahwa tubuh yang letih tetap bisa bahagia karena otak sibuk berpikir sedang masuk ke dunia lain.
Dan mungkin, di situlah arti sebenarnya dari “isekai”: bukan soal dipindahkan ke semesta asing oleh kekuatan gaib, tapi bagaimana kita menciptakan dunia lain lewat pengalaman sehari-hari. Lari hanyalah medium. Yang abadi adalah cerita yang kita bawa pulang.
Berawal dari Lari, Berakhir di Dunia Ajaib

Semua dimulai dari langkah kecil—lari 5K yang terlihat sederhana. Tapi siapa sangka, garis start bisa berubah jadi pintu masuk ke dunia penuh keajaiban. Di sinilah imajinasi bertemu dengan energi, membuat setiap peserta merasa seperti sedang melangkah menuju sesuatu yang lebih dari sekadar olahraga. Dari sinilah perjalanan menuju dunia isekai dimulai, dan cerita terus berlanjut…
Yuk, Catat Tanggalnya!
21 Desember 2025
Atlantis Ancol
✨ Tema: Into The Mysterious Underwater World
Kategori yang ditawarkan juga ramah untuk semua:
Family Run 2,5K (Rp450.000 untuk 1 anak + 1 dewasa)
Child 2,5K (Rp200.000)
Adult 2,5K (Rp250.000)
Adult 5K (Rp300.000)
Harga sudah termasuk tiket masuk Ancol plus racepack (jersey, medal, bag, dan bib number).
Kalau biasanya akhir tahun ditutup dengan drama liburan macet atau sekadar scroll TikTok, kenapa nggak coba cara baru: lari bareng Naruto, disemangatin Tanjiro, atau sekadar foto kece di garis start dengan kostum anime favorit? Ingat, kesempatan nyasar ke dunia isekai nggak datang tiap hari. Jadi daripada cuma jadi penonton di feed orang lain, lebih baik jadi bagian dari ceritanya. Yuk, daftar sekarang—biar 5K-mu nggak cuma jadi angka di Strava, tapi juga tiket ke dunia lain yang bakal selalu kamu kenang.